Saat ini, perilaku agresif semakin meluas di kalangan pelajar. Oleh karena itu, keberadaan agresivitas di kalangan pelajar membutuhkan perhatian dari berbagai pihak. Salah pihak yang memiliki tanggung jawab dan peran penting dalam penanggulangan dan penanganan agresitas siswa adalah lembaga sekolah yang merupakan lembaga pendidikan formal. Guru pembimbing atau guru BK adalah salatu komponen penting dalam Lembaga sekolah yang terlibat dalam penanganan agresivitas di kalangan pelajar. Mereka dapat memberikan bimbingan dan konseling kepada siswa yang melakukan perilaku agresif. Salah satu fungsi utama bimbingan dan konseling adalah fungsi atau upaya pencegahan (preventif), yaitu upaya untuk melakukan intervensi sebelum kesadaran akan kebutuhan bantuan muncul. Upaya-upaya seperti pembentukan kelompok belajar, bimbingan kelompok, bimbingan individu dan kegiatan ekstrakulikuler, semuanya merupakan bagian dari serangkaian upaya preventif.
Upaya preventif yang dimaksudkan adalah kegiatan yang dilakukan secara sistematis, terencana, dan terarah, untuk menjaga agar agresivitas siswa tidak terjadi.
Guru pembimbing dapat membuat program-program preventif antara lain:
Referensi :
Hayati Zahri dan Ira Savira. 2017. Pengaruh Self-Control Terhadap Agresivitas Remaja pada Pelajar SMP dan SMU di Sekolah Perguruan Nasional. Universitas Borobudur : Fakultas Psikologi.
Hendro Widodo. 2014. Mengoptimalkan Peran Guru dalam Mengatasi Agresivitas Siswa. Warda Utama UAD. Diakses dari web https://uad.ac.id/id/mengoptimalkan-peran-guru-dalam-mengatasi-agresivitas-siswa-2/
Jeanne Ellis Ormrod. Psikologi Pendidikan : Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang. Penerbit Erlangga.
Laela Siddiqah. 2010. Pencegahan dan Penanganan Perilaku Agresif Remaja Melalu Pengelolaan Amarah (Anger Management). Jurnal Psikologi . Vo. 37, No. 1 Universitas Gadjah Mada : Fakultas Psikologi.
- Melakukan bimbingan baik secara individu maupun kelompok dengan memberikan pembinaan mental spiritual keagamaan, agar siswa memiliki kepribadian yang bermoral, berbudi pekerti yang luhur dan bersusila.
- Menanamkan kepada siswa tentang kejujuran, kasih sayang terhadap sesama manusia dan diberi penjelasan jangan cepat berprasangka buruk karena dapat memicu terjadinya pertengkaran atau perilaku agresif.
- Memberikan informasi dan penyuluhan kepada siswa tentang bahaya dan dampak negatif perilaku agresif sehingga mereka dapat memahaminya, menganjurkan kepada siswa untuk menyelenggarakan diskusi tentang perilaku agresif dengan segala aspeknya, menganjurkan siswa untuk mengikuti kegiatan ekstrakulikuler di sekolah, seperti pramuka, oleharaga, privat, mengikuti aneka perlombaan dan lain sebagainya, mengadakan pendekatan secara khusus kepada siswa yang berpotensi ingin melakukan perilaku agresif.
- Membangun kerja sama dengan orang tua. Orang tua sebagai pendidik anak di rumah perlu mengajarkan pada anak untuk bersikap asertif, yaitu dengan melatih anak untuk mengembangkan control diri dan melatih anak untuk dapat menyampaikan hal-hal yang ingin disampaikan anak kepada orang lain dengan menghindarkan sikap kekerasan.
- Mengadakan forum silahturahim siswa antar sekolah yang dikemas dengan kegiatan yang konstruktif dalam membangun kebersamaan dan kerjasama yang positif.
Sebagai guru, strategi yang digunakan untuk menanganisiswa agresif harus disesuaikan dengan pikiran dan motif yang mendasari agresi mereka. Strategi seperti mendorong siswa mempertimbangkan perspektif orang lain, membantu mereka menginterpretasikan situasi sosial dengan lebih akurat mengajarkan ketrampilan dalam memecahkan masalah social bisa memberikan manfaat dalam mengurangi agresi dan perilaku – perilaku distruptif lainnya.
Menurut penelitian yang dipaparkan oleh Laela Siddiqah dalam artikelnya, pendekatan kognitif perilakuan dianggap efektif dalam mengurangi agresivitas, baik sebagai pencegahan maupun penanganan. Pendekatan ini tidak hanya fokus pada aspek kognitif saja, namun juga memperhitungkan fungsi individu pada aspek afektif dan perilaku. Perubahan pada salah satu aspek akan diikuti oleh perubahan pada aspek yang lainnya yang seringkali disebut sebagai penanganan multikomponen atau multimodal.
Contoh program terbukti efektif dalam mengurangi perilaku agresif remaja berisiko adalah program “Doing Anger Differently” (DAD). Program ini memberikan latihan selama 10 minggu (20 sesi) melalui bermain alat musik perkusi sebagai sarana untu mengalihkan ekspresi amarah dan melatih remaja untuk mengenali dan mencari alternative respon terhadap amarah selain perilaku agresif. Penelitian yang dilakukan oleh Hermann & McWhirter (2003) melalui program SCARE (Student Created Aggression Replacement Education) menunjukkan bahwa remaja berisiko yang mengikuti program ini selama 15 sesi memiliki tingkat amarah dan perilaku agresif yang signifikan lebih rendah serta tingkat control amarah yang lebih tinggi setelah program berakhir dan setahun setelahnya.
Referensi :
Hayati Zahri dan Ira Savira. 2017. Pengaruh Self-Control Terhadap Agresivitas Remaja pada Pelajar SMP dan SMU di Sekolah Perguruan Nasional. Universitas Borobudur : Fakultas Psikologi.
Hendro Widodo. 2014. Mengoptimalkan Peran Guru dalam Mengatasi Agresivitas Siswa. Warda Utama UAD. Diakses dari web https://uad.ac.id/id/mengoptimalkan-peran-guru-dalam-mengatasi-agresivitas-siswa-2/
Jeanne Ellis Ormrod. Psikologi Pendidikan : Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang. Penerbit Erlangga.
Laela Siddiqah. 2010. Pencegahan dan Penanganan Perilaku Agresif Remaja Melalu Pengelolaan Amarah (Anger Management). Jurnal Psikologi . Vo. 37, No. 1 Universitas Gadjah Mada : Fakultas Psikologi.