Temuan Terbaru! Penelitian Kreatif Ini Menggunakan Teknik Rekayasa Protein dalam Membantu Riset Pencegahan Pandemi COVID-19.

Temuan Terbaru! Penelitian Kreatif Ini Menggunakan Teknik Rekayasa Protein dalam Membantu Riset Pencegahan Pandemi COVID-19.

Vaksin merupakan salah satu capaian terbesar kedokteran modern. Terlepas dari asal usul umum vaksininologi dan imunologi lebih dari 200 tahun yang lalu, kedua disiplin ilmu ini telah berkembang di sepanjang lintasan yang berbeda sehingga sebagian besar vaksin yang sangat sukses telah dibuat secara empiris baik dengan sedikit atau tanpa wawasan imunologi. Kemajuan baru-baru ini dalam kekebalan bawaan (innate imunity) telah membuka wawasan baru tentang mekanisme kekebalan yang disebabkan oleh vaksin dan telah memfasilitasi pendekatan saintifik untuk desain vaksin. 

Sistem imunitas dapat dibagi menjadi dua submekanisme utama, mekanisme bawaan dan mekanisme adaptif. Baik mekanisme bawaan dan adaptif terus berinteraksi satu sama lain untuk memberikan respon imun yang efektif dalam melawan patogen. 

Garis pertahanan pertama melawan patogen adalah respon imun bawaan, atau non-spesifik. Respon imun bawaan terdiri dari pertahanan fisik, kimia dan seluler terhadap patogen. Tujuan utama dari respon imun bawaan adalah untuk segera mencegah penyebaran dan pergerakan patogen asing ke seluruh tubuh. 

Garis pertahanan kedua melawan patogen disebut respons imun adaptif. Imunitas adaptif juga disebut sebagai imunitas spesifik. Respon imun adaptif khusus untuk patogen yang tidak mampu ditangani oleh imun bawaan. Respon imun adaptif dimaksudkan untuk menyerang patogen tetapi kadang-kadang dapat membuat kesalahan dan menyerang dirinya sendiri. Ketika ini terjadi, penyakit autoimun dapat berkembang (Lupus, rheumatoid arthritis). 

Secara garis besar, imun bereaksi dengan cara ‘pencocokan tanda pengenal sel tubuh’ yang jika terdapat sel asing maka molekul yang berikatan dengan sel imun dinyatakan sebagai antigen dan antigen inilah yang akan merangsang dibentuknya antibody sebagai mekanisme perlawanan terhadap patogen. 

Salah satu bentuk patogen yang menjadi perhatian dunia saat ini adalah virus, yakni SARS CoV-2 yang menyebabkan pandemi COVID-19. Secara fisiologis, karena virus merupakan patogen yang dapat dikatakan ‘baru’ dikenali tubuh, maka respon adaptif akan dengan cepat terstimulasi untuk mengepung patogen ini. Meskipun demikian, tetap ada probabilitas virus masih dapat menginfeksi inangnya dengan mudah.

Karena ukurannya yang amat kecil sehingga praduga awal peneliti haruslah berpaku pada sifat virus yang dapat berpindah melalui udara (airborne). Salah satu virus yang sedang viral saat ini yaitu SARS CoV-2, virus yang menyebabkan COVID-19 yang dimana virus ini hanya dapat dipelajari dengan aman di bawah kondisi biosafety tingkat tinggi (BSL 3 atau 4). Para ilmuwan yang menangani virus menular harus mengenakan pakaian biohazard seluruh tubuh dengan respirator bertekanan, dan bekerja di dalam laboratorium dengan berbagai tingkat penahanan dan sistem ventilasi khusus. Langkah ini ditempuh untuk menciptakan kondisi kerja yang steril bagi ilmuwan disana dan juga mengurangi probabilitas virus tersebut (atau umumnya patogen yang diselidiki) untuk berpindah ke lingkungan yang lebih terbuka. Adapun mekanisme keamanan seperti diatas akan menyulitkan dan menghambat peneliti dalam menangani kasus pandemi ini.

Kesulitan yang dialami ilmuwan akibat ruang gerak yang terbatas membuat peneliti di Fakultas Kedokteran Universitas Washington di St. Louis telah mengembangkan virus hibrida yang akan memungkinkan lebih banyak ilmuwan untuk mengakses penelitian serupa dan diharapkan mampu mempercepat assay anti-virus pandemi ini. Para peneliti secara genetik memodifikasi virus dengan menukar salah satu gennya untuk satu dari SARS CoV-2, virus yang menyebabkan COVID-19. Virus hibrida yang dihasilkan menginfeksi sel dan dikenali oleh antibodi layaknya SARS CoV-2, tetapi dapat ditangani dalam kondisi keamanan laboratorium biasa. 

Penelitian rekayasa genetika virus ini dimulai dengan subjek berupa vesicular stomatitis virus (VSV). Virus ini adalah subjek berharga bagi lab virologi (layaknya mencit bagi lab zoologi dan horseshoe crab bagi dunia medis) karena sifatnya yang cukup berbahaya dan mudah dimanipulasi secara genetik. VSV kadang-kadang menginfeksi orang, menyebabkan penyakit seperti flu ringan. 

Virus memiliki protein di permukaannya yang mereka gunakan untuk mengunci atau docking dan menginfeksi sel. Para peneliti mengeluarkan gen protein permukaan VSV dan menggantinya dengan gen dari SARS CoV-2, yang dikenal sebagai spike. Switch menciptakan virus baru yang menargetkan sel-sel seperti SARS CoV-2 tetapi tidak memiliki gen lain yang diperlukan untuk menyebabkan penyakit parah. Virus ini dijuluki dengan nama virus hibrid VSV-SARS-CoV-2. 

Menggunakan serum dari penderita COVID-19 yang selamat dan antibodi yang dimurnikan, para peneliti menunjukkan bahwa virus hibrida dikenali oleh antibodi layaknya virus SARS CoV-2 yang berasal dari pasien COVID-19. Antibodi atau serum yang mencegah virus hibrida dari menginfeksi sel juga menghalangi virus SARS CoV-2 yang sebenarnya untuk melakukannya dan antibodi atau serum yang gagal menghentikan virus hibrida juga gagal mencegah SARS CoV-2 yang sebenarnya.



Virus hibrida dapat membantu para ilmuwan mengevaluasi berbagai pencegahan dan perawatan berbasis antibodi untuk COVID-19. Virus ini dapat digunakan untuk menilai kelayakan vaksin eksperimental memunculkan antibodi penetral, untuk mengukur kuantitas survivor COVID-19 membawa cukup antibodi penetralisasi untuk transfusi plasma kepada pasien COVID-19 lainnya atau untuk mengidentifikasi antibodi yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi antivirus. 

Pengujian antivirus hanya dapat dilakukan didalam laboratorium dengan minimal berstandar biosafety level 3

Namun, Salah satu masalah dalam mengevaluasi antibodi adalah bahwa banyak dari tes ini memerlukan fasilitas BSL3 dan sebagian besar laboratorium klinis maupun perusahaan tidak memiliki fasilitas BSL3. 

Mengapa Menargetkan Rekayasa Protein Permukaan VSV?

Kenyataannya, temuan baru ilmuwan dengan rekayasa genetika virus yang cenderung aman bagi manusia ini telah membuka jendela baru penanganan dan pencarian antivirus bagi COVID-19. Secara teoritis, bahaya utama virus terletak pada RNA/DNA dialam kapsidnya yang dapat langsung terintegrasi dengan sel inang. Namun, untuk masuk menginfeksi sel inangnya dibutuhkan molekul kunci (ligan) yang tepat yang dapat berpasangan dengan channel protein pada permukaan sel. 

Kinerja imunitas manusia tergantung pada molekul ‘penanda’ yang terekspresikan pada permukaan sel. Saat sel terinveksi, biasanya molekul penanda pada permukaan sel akan berubah dan ringkasnya memberitahu sel imun untuk menghancurkannya. Berdasarkan mekanisme dasar inilah disimpulkan bahwa kunci pertama dalam infeksi virus adalah struktur protein permukaannya. Agar pengujian lebih aman maka digunakanlah virus yang terbukti relatif tidak berbahaya saat menginfeksi manusia dalam rekayasa protein permukaannya.

Sumber Rujukan:
10.1016/j.chom.2020.06.021
10.1038/ni.2039
10.4103/0974-777X.77299
LihatTutupKomentar