Beberapa waktu terakhir kita sempat dihebohkan dengan pencabutan aturan PSBB (pembatasan sosial berskala besar). Setelah hal tersebut, muncul lagi istilah yang tiba-tiba viral yaitu herd immunity atau sebuah imunitas kelompok yang diharapkan menjadi “mekanisme” seleksi alam yang dapat diterima seluruh kalangan demi berlangsungnya kehidupan normal di tengah belum tersedianya vaksin covid-19. Nah, sobat sekalian sudah tahu apa itu herd immunity? Pada artikel ini kita akan membahas terkait istilah viral tersebut.
Herd immunity (selanjutnya
disingkat HI) atau dapat diartikan dalam Bahasa sebagai Kekebalan kelompok adalah salah satu bahasan yang lahir dari teori epidemi karena hal ini berlaku
untuk agen (patogen ‘virus’) yang menyebar dengan cara yang relatif langsung
dari inang ke inang dan menginduksi respon imunitas pasca infeksi yang
signifikan. Epidemi muncul ketika agen tersebut masuk ke dalam populasi yang
mengandung individu yang rentan, yang melakukan kontak yang cukup intens satu
sama lain untuk memungkinkan transfer infeksi dari setiap inang yang baru
terinfeksi dan umumnya lebih dari satu inang yang rentan.
Mulanya, istilah ini muncul sebagai
“side effect” oleh adanya vaksin dalam menghadapi suatu penyakit yang
disebabkan oleh virus tertentu. Vaksinasi adalah cara memanipulasi sistem
kekebalan untuk memberikan perlindungan dari penyakit yang disebabkan oleh
patogen tanpa membuat orang atau hewan terkena penyakit. Agar efektif, vaksin
harus merangsang jenis respon imun yang tepat di situs anatomi yang tepat.
Bergantung pada patogen, antibodi, sel T CD8 (glikoprotein spesifik bagi MHC
kelas I), hipersensitivitas tipe lambat/hipersensitivitas tipe IV (DTH ‘delayed-type
hypersensitivity), respon Th17 (sel T helper) ataupun kombinasi dari
semuanya. Agar dapat lolos uji dan diproduksi secara massal, suatu vaksin
haruslah dikategorikan aman untuk dikonsumsi (validasi akhir dengan uji pada
manusia langsung).
Penggunaan vaksin pada suatu
populasi yang terdapat infeksi virus menyebabkan munculnya anggota populasi
yang menjadi kebal terhadap virus tersebut, baik yang belum terinfeksi maupun
pasien terinfeksi tersebut. Terdapat suatu titik (dianalogikan dalam kurva)
dimana virus tidak dapat menginfeksi satu pun anggota populasi sehingga tidak
terdapat inang yang potensil pada populasi tersebut. Secara alamiah, virus
(penyakit) tersebut akan hilang dari suatu populasi. Keadaan hilangnya suatu
epidemi tersebut dikenal dengan istilah HI.
Ambang batas HI menggambarkan
proporsi imunitas dalam suatu populasi yang mengarah pada pengurangan insiden
yang diturunkan dari teori aksi massa sederhana. Hubungan ini kompleks dan
tergantung pada faktor-faktor seperti perjalanan infeksi yang tepat dalam diri
seseorang, demografi populasi inang, durasi imunitas alami tubuh dan imunitas
yang diturunkan secara genetis, derajat dan keintiman kontak di antara
orang-orang dan tingkat heterogenitas genetik, spasial dan perilaku yang
berlaku dalam kerentanan terhadap infeksi. Namun, dalam teori ini implikasinya
masih kurang dipahami. Konsep HI juga terkait dengan ukuran total populasi
(kritis) yang diperlukan untuk mempertahankan infeksi selamanya.
Secara definitif, istilah herd
immunity dapat diartikan ke dalam tiga pemahaman dasar terkait insiden
sebagai berikut:
- Resistensi suatu kelompok oleh suatu penyakit karena imunitas sebagian besar anggota pada kelompok tersebut dan akibat dari berkurangnya kemungkinan individu yang kontak dengan individu yang rentan.
- Tidak perlu mengimunisasi setiap orang untuk menghentikan penularan agen infeksi melalui populasi. Bagi organisme yang bergantung pada penularan dari orang ke orang, mungkin ada prevalensi kekebalan yang pasti dalam populasi tertentu yang menjadi sulit bagi organisme untuk bersirkulasi dan mencapai kerentanan baru. Prevalensi ini disebut kekebalan kelompok (HI).
- Sudah diketahui umum bahwa tidak setiap orang dalam suatu populasi perlu diimunisasi untuk menghilangkan penyakit. Jika imunisasi berhasil mengurangi jumlah yang rentan dalam populasi, secara efektif mengurangi efisiensi mikroba dapat ditularkan dari satu orang ke orang lain. Hal ini berefek sama pada kejadian infeksi sebagai pengurangan jumlah individu dalam suatu populasi (tidak terdapat host yang potensil diinfeksi).
Definisi pertama menganggap HI
secara konseptual sebagai resistensi terhadap penyakit karena berkurangnya
risiko infeksi pada sekelompok individu sebagai akibat dari sebagian besar di
antara mereka (tetapi tidak semua) menjadi kebal, tidak harus hanya karena
imunisasi. Definisi kedua menjelaskan bahwa istilah tersebut berlaku untuk
proporsi aktual individu yang diimunisasi yang diperlukan untuk mempersulit
organisme untuk bersirkulasi dan mencapai kerentanan baru. Menurut definisi
ini, HI adalah nilai ambang batas dari parameter yang dapat diukur (cakupan
vaksinasi) yang mengakibatkan keterlambatan penularan infeksi dari orang ke
orang. Eliminasi infeksi atau penyakit tidak diperlukan tetapi hanya tersirat
dalam definisi ini. Bagaimana kita bisa sampai pada tingkat kekebalan (secara
proporsional)? Yang pasti ketika titik akhirnya hanyalah kesulitan penularan
yang tidak didefinisikan dan karenanya tidak dapat diukur. Definisi ketiga
sangat mirip dengan yang pertama tetapi mengembangkannya lebih jauh ke sebuah
fenomena yang menyediakan sarana untuk menghilangkan penyakit menular dari
populasi ketika proporsi yang kurang dari 100% diimunisasi.
Pada dasarnya, terdapat keambiguan bahwa HI bukan saja merupakan fungsi dari imunisasi, tetapi juga mencakup daya transmisi patogen. Hal ini melahirkan keambiguan bahwa akhir dari herd immunity terletak pada ketidakadaan kasus infeksi atau penyakit. Terdapat sebuah pandangan baru terhadap HI bahwa imunisasi parsial ataupun tidak sempurnanya herd immunity dapat membahayakan seluruh populasi dimana penghambatan infeksi dapat menyebabkan suatu kekebalan baru yang mungkin lebih letal dibandingkan strain sebelumnya.
Secara insidentil, HI hanya
berpengaruh pada epidemi yang dimana perpindahan patogen berasal dari seseorang
ke orang lain (seperti measless, rubella dan varicella) ataupun manusia
merupakan reservoir (wadah) bagi suatu infeksi (seperti polio dan malaria).
Konsep HI tidak dapat terjamin pada kondisi dimana infeksi tidak menular dari
orang ke orang maupun manusia sebagai reservoir terhadap suatu patogen
(tetanus, rabies).
Terkait kasus pandemi covid-19
yang melanda dunia, HI masih termasuk kepada konsep yang dapat diterima dimana
penyebaran infeksi tidak bersifat lokal seperti tetanus (didapat dari luka oleh
besi berkarat) dan rabies (didapat dari gigitan anjing). Hal inilah yang dapat
dijadikan dasar pegangan bagi pemerintah Indonesia dalam melepaskan status PSBB
sejumlah daerah seperti contohnya Kota Makassar.
Perlu diketahui bersama bahwa herd
immunity pada dasarnya merupakan mekanisme alamiah dimana hal inilah yang
terjadi pada masa silam saat pengobatan tidaklah se-canggih dan se-intens
dimasa ini. Namun sebagaimana telah dibahas sebelumnya bahwa masih terdapat
kemungkinan pandemi semakin memburuk jika infeksi hanya “dihambat” sehingga
dapat memunculkan ínfeksi jenis baru (seperti strain patogen). Oleh karenanya,
amat penting untuk tetap menjaga protokol kesehatan, selain untuk meningkatkan
jarak kontak orang-orang, juga untuk memberi jeda waktu dalam menonaktifkan
suatu patogen.
Daya Infeksi Suatu Agen
Bayangkan sebuah situasi di mana
seseorang tertular infeksi dan kemudian bermigrasi ke populasi di mana agen
infeksi belum pernah beredar sebelumnya dan dengan demikian semua dalam
populasi rentan terhadap infeksi. Sementara orang itu mampu menularkan agen infeksius
ke orang lain, ia akan memiliki kontak dengan sejumlah orang lain (yang
"dekat") untuk menularkannya. Jumlah orang yang terinfeksi akan
tergantung pada beberapa faktor, termasuk sifat agen infeksi dan pola kontak
dari orang yang terinfeksi. Namun, dimungkinkan untuk jumlah rata-rata
transmisi baru dari agen infeksi yang biasanya akan terjadi langsung dari orang
yang terinfeksi ketika ia baru saja masuk ke populasi yang benar-benar rentan.
Angka rata-rata ini dikenal sebagai angka reproduksi dasar dan biasanya secara
simbolis disebut sebagai R0 atau jumlah rata-rata orang lain yang akan
ditularkan oleh orang yang menular dalam populasi yang benar-benar rentan.
R0 akan bervariasi antara agen
infeksi yang berbeda tergantung pada daya infeksi dari agen tersebut yang
dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti: berapa lama ia bertahan di lingkungan;
dosis yang diperlukan untuk infeksi; lamanya infeksi pada host dan
apakah infeksi dapat dideteksi secara dini berdasarkan gejala tertentu. R0 juga
dapat bervariasi dari satu populasi ke populasi tergantung pada faktor-faktor
seperti kepadatan populasi, yang dapat mempengaruhi jumlah kontak efektif yang
dimiliki seseorang saat dia terinfeksi. Terkait hal ini mungkin juga bervariasi
dengan musim untuk beberapa infeksi, karena kondisi sekitar dapat mempengaruhi
kelangsungan hidup agen di lingkungan dan sejauh mana orang memiliki kontak
dekat satu sama lain mungkin berbeda dalam periode hangat dan dingin.
Kerentanan penyebaran infeksi di Indonesia memiliki potensi yang berbeda pada
setiap pulau, sebab berbedanya jumlah kepadatan penduduk. Pulau Jawa sebagai
pulau dengan kepadatan tertinggi di Indonesia memiliki potensi penyebaran yang tinggi
dan tentunya cepat. Fenomena tersebut dapat kita amati pada statistik insiden
nasional dimana daerah-daerah di Pulau Jawa menempati posisi tertinggi
dibandingkan daerah lain yang memiliki kepadatan penduduk yang rendah.
Secara nasional, fenomena pelarangan
mudik dan pulang kampung juga merupakan faktor yang dipertimbangkan dalam
penyebaran agen infeksi. Laju masuk-keluarnya manusia pada suatu daerah amat
penting untuk dikontrol sebab prinsip awal suatu pandemi bermula dari
introduksi “pengidap” suatu agen terhadap suatu populasi.
Amat disayangkan bila suatu epidemi yang terjadi diperkotaan mampu menyebar hingga pedesaan. Kemudahan perpindahan agen suatu infeksi menjadi faktor utama dalam kasus HI, dimana boleh jadi hal tersebut menyebabkan terbentuknya imunitas secara alamiah pada penduduk suatu desa ataupun menjadi bencana dimana tidak terdapat inang yang mampu memunculkan kekebalan alamiah maupun dengan laju perpindahan lokal yang terhambat yang mampu memperbesar probabilitas mutasi agen dan memunculkan infeksi tipe baru.
Kesimpulan
Konsep kekebalan kelompok lebih
kompleks daripada yang diperkirakan selama ini. Berbagai faktor intrinsik untuk
vaksin dan perilaku populasi yang menerima vaksin harus dipertimbangkan ketika
menguji suatu imunitas. Beberapa contoh vaksin baru dan lama jelas menunjukkan
bahwa beberapa vaksin dapat memberikan perlindungan yang lebih baik daripada
yang lain dan mencapai tingkat penyerapan yang sangat tinggi misalnya terhadap
campak, untuk mencapai pencegahan yang efektif dari penularan penyakit.
Diperlukan penelitian untuk lebih memahami perlindungan kelompok (herd
protection) vaksin yang HI masih sulit ditentukan (seperti vaksin
influenza).
*penggunaan kata inang, orang dan
host memiliki makna substansil sama pada tulisan ini.
Sumber Rujukan:
10.1023/A:1007626510002
10.1097/QCO.0b013e328352f727
10.1016/j.provac.2010.07.005
10.1016/B978-0-12-522050-7.50020-4
10.1007/978-94-011-8050-4_7
10.1016/j.cvfa.2019.07.001
E-book: Understanding Immunology
edisi 3 oleh Peter Wood