Joe-Hin Tjio, salah satu putra
terbaik bangsa kelahiran Indonesia (Jawa) yang amat dikenal didalam dunia
biologi sedunia dan hingga saat ini penelitiannya dapat kita temukan pada
buku-buku pembelajaran dasar biologi terkait jumlah kromosom manusia. Saat
bekerja pada tahun 1955 di Institute of Genetics di Lund, Swedia. Tjio
menggunakan teknik yang baru ditemukan untuk memisahkan kromosom dari inti sel.
Dia membantu membangun sitogenetika modern, studi tentang hubungan antara
struktur dan aktivitas kromosom dan mekanisme hereditas sebagai cabang utama
genetika.
Sifat dan fungsi kromosom, agen
keturunan, telah diketahui ketika Dr. Tjio dengan benar menghitung jumlah
kromosom. Tetapi, mengamati kromosom manusia di bawah mikroskop selalu lebih
sulit daripada mengamati kromosom spesies lain, dan para ilmuwan telah lama
berasumsi bahwa kromosom biasanya berjumlah 48 di setiap sel tubuh. Tjio
menggunakan teknik canggih untuk memisahkan kromosom jaringan paru-paru
embrionik pada slide kaca dan yang membuatnya takjub yaitu ia melihat bahwa
angka sebenarnya adalah 46 (saat itu diyakini kromosom manusia berjumlah 48 berdasar
pada penelitian Painter Tahun 1923).
Sejarah Penelitian Jumlah Kromosom Manusia
Pendekatan Painter
Painter memulai penyelidikan
tentang jumlah kromosom manusia dengan mendapatkan sampel jaringan testis
manusia yang ia lekatkan dalam parafin dan kemudian diiris menjadi beberapa
bagian tipis. Selanjutnya, ia memindahkan bagian tersebut ke slide mikroskop
kaca dan mewarnainya untuk memungkinkan visualisasi kromosom. Sifat dasar dari
eksperimen ini berarti bahwa sangat jarang semua kromosom dalam nukleus
tertentu divisualisasikan secara bersamaan. Akibatnya, rekonstruksi inti yang
utuh diperlukan dan hal tersebut melibatkan pengumpulan data dari bagian yang
berurutan. Untuk lebih memperumit masalah, jaringan yang dipelajari oleh
Painter diperoleh dari satu individu yang disebut amat memungkinkan memiliki
penyimpangan kromosom numerik. Demikian, laporan Painter tentang jumlah
kromosom diploid manusia 48 pada tahun 1923 memiliki lebih dari satu
kemungkinan sumber kesalahan (dalam artian memiliki bias data yang relative tinggi).
Meskipun demikian, dengan melihat
gambar-gambar Painter dari slide-slidenya, orang dapat menghargai betapa
sulitnya proses ini membuatnya sampai pada jumlah kromosom yang benar. Sebagai
contoh, Frank Ruddle (2004), seorang ahli sitologi modern yang populer,
berspekulasi bahwa Painter gagal mengidentifikasi kromosom manusia 1 sebagai
kromosom tunggal disebabkan hasil pewarnaan. Kromosom 1 adalah kromosom
metasentris yang besar dengan jumlah heterokromatin yang cukup besar pada
sentromernya. Ruddle berspekulasi bahwa heterokromatin ini gagal untuk
mengambil pewarnaan hematoxylin besi yang digunakan Painter. Akibatnya, heterokromatin
muncul sebagai celah antara dua kromosom dan dianggapkan sebagai satu unit
kromosom.
Dalam beberapa dekade setelah
karya Painter, para ilmuwan terus memperbaiki metode mereka untuk preparasi
kromosom untuk pengamatan mikroskop. Bagian dari jaringan awetan yang tertanam
parafin secara bertahap digantikan oleh teknik squash, di mana spesimen
jaringan kecil ditempatkan pada slide mikroskop dan kemudian dijepit di bawah
slip penutup untuk menghasilkan lapisan sel tunggal. Pendekatan ini mendapat
penerimaan secara luas karena menghilangkan kebutuhan untuk memotong jaringan
dan merekonstruksi organisasi kromosom dalam satu nukleus dari beberapa bagian
yang berbeda. Persiapan kromosom juga meningkat dengan menggabungkan pewarnaan
dengan larutan garam hipotonik dan fiksasi sel.
Baca Juga: Manfaat AHA dan BHA dalam produk skincare atau kosmetik