Ayam merupakan hewan ternak paling
umum di dunia serta sumber protein hewani terbesar umat manusia. Terdapat sekitar 24
miliar ayam didunia ini, melebihi jumlah unggas lain. Selama 2 abad, para ahli
biologi telah berjuang untuk menjelaskan bagaimana ‘ayam menjadi ayam’. Saat
ini dilakukan studi ekstensif pertama dari genom unggas tersebut yang menyimpulkan bahwa
orang-orang di Asia Tenggara utara atau China selatan menjinakkan unggas yang
berwarna-warni sekitar tahun 7500 SM. Imigran dan pedagang kemudian membawa unggas
ini melintasi Asia dan ke setiap benua kecuali Antartika.
"Hasil kami bertentangan dengan klaim sebelumnya bahwa ayam dijinakkan di Cina utara dan Lembah Indus," peneliti yang dipimpin oleh Ming-Shan Wang dari Akademi Ilmu Zoologi Akademi Ilmu Pengetahuan Kunming Kunming menulis dalam sebuah makalah yang diterbitkan di Cell Research.
Mereka juga menemukan bahwa
leluhur utama ayam modern adalah subspesies dari unggas hutan merah bernama Gallus
gallus spadiceus. Hasil penelitian ini dapat menjelaskan asal-usul kemunculan
jaringan perdagangan awal dan fitur apa dari ayam yang membuatnya begitu menarik
bagi orang-orang.
Charles Darwin berargumen ayam itu diturunkan dari unggas hutan merah karena ungags tersebut mirip satu sama lain dan dapat membuat keturunannya fertil (salahsatu penanda kesamaan spesies jika dapat menghasilkan keturunan atau disebut fertil). Ia berspekulasi bahwa domestikasi terjadi di India, akan tetapi lima varietas burung pemangsa mendiami area luas yang membentang dari hutan Indonesia ke kaki bukit Himalaya di Pakistan. Varietas mana yang mengarah kepada ayam (secara jalur evolutive) dan di mana (pergeseran evolusi tersebut terjadi) tidaklah pasti. Berdasarkan screening tulang ayam, para arkeolog mengklaim bahwa orang menjinakkan burung itu 9.000 tahun yang lalu di Cina utara dan 4000 tahun yang lalu di Pakistan (penemuan fosil tertua didaerah tersebut). Studi DNA diharapkan mampu menyelesaikan teka-teki ini, tetapi para peneliti memiliki keterbatasan terhadap beberapa sampel dari kerabat liar burung itu.
Sebuah tim peneliti berrhasil merangkai
genom lengkap 863 burung dan membandingkannya. Hasil penelitian menunjukkan
ayam modern berevolusi utamanya dari varietas peliharaan dan liar di tempat
yang sekarang adalah negara Myanmar, Laos, Thailand, dan Cina selatan. Hasil
ini mengkonfirmasi hipotesis yang diajukan pada tahun 1994 oleh Putra Mahkota
Jepang Akishino, seorang ahli unggas, berdasarkan data DNA mitokondria. Data
DNA baru ini menghubungkan ayam peliharaan yang paling dekat dengan subspesies
Asia Tenggara G. gallus spadiceus.
Garis keturunan yang menjadi ayam
modern bercabang dari unggas hutan antara 12.800 dan 6200 tahun yang lalu dan
dengan adanya domestikasi. Peneliti dinilai perlu untuk mendapatkan sampel DNA
purba untuk mendukung klaim mereka karena genom unggas modern hanya dapat
memberikan petunjuk terbatas pada peristiwa awal dalam evolusi ayam. DNA juga
tidak menunjukkan hal apa yang pertama kali menarik orang untuk menjinakkan ayam.
Varietas awal jauh lebih kurus
dan menghasilkan telur lebih sedikit daripada varietas industri saat ini dan
predator mereka sangat banyak (karena tidak dibiakkan atau tidak diberikan security
system khusus). Beberapa peneliti menyarankan ayam itu pada awalnya
dihargai karena bulu yang eksotis atau untuk sabung ayam. Menjual ayam petarung
hadiah tetap menjadi bisnis yang menguntungkan di Asia Tenggara dan nilai
tinggi ayam tersebut mungkin telah mendorong para pedagang untuk membawanya lebih
jauh dalam perdagangan.
Para arkeolog kini mengumpulkan
tulang ayam dan kemudian mengungkapkan bahwa para petani di Cina selatan dan
Asia Tenggara lah yang pertama kali menjinakkan unggas itu sekitar 3500 tahun
yang lalu.