Merokok Bikin Gagal Dapat Bibit Unggul. Yuk Kepoin Teorinya

Merokok Bikin Gagal Dapat Bibit Unggul. Yuk Kepoin Teorinya


Selama dua dekade terakhir, ada semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa beberapa racun lingkungan dapat merusak kualitas semen. Bahkan paparan polusi udara musiman dapat memiliki efek buruk pada sperma manusia. Terdapat beragam jenis polutan udara, sebagai contohnya adalah asap rokok yang mengandung bahan kimia beracun, senyawa mutagenik dan karsinogenik, yang dapat mempengaruhi kesuburan pria juga. Merokok merupakan faktor risiko berbagai gangguan, termasuk kanker yang memengaruhi organ di luar saluran pernapasan. Data epidemiologis menunjukkan bahwa merokok adalah faktor risiko yang lebih besar untuk kanker pada laki-laki dibandingkan perempuan

Rokok mengandung lebih dari 400 zat beracun dan lebih dari 4.000 bahan kimia berbeda dengan konsekuensi fisiologis yang belum diketahui. Paparan terhadap asap tembakau telah secara eksperimental terbukti menginduksi kerusakan sel DNA dan anomali kromosom secara numerik dan struktural dalam model percobaan mamalia (tikus) dan prokariotik, termasuk sistem in vitro dan in vivo. Faktanya, kebiasaan merokok, terlepas dari jumlah rokok yang digunakan, sudah cukup untuk menghasilkan kesalahan meiosis. Identifikasi seminal menunjukkan bahwa perokok (ringan maupun berat) memiliki kualitas sperma yang “lebih rendah” daripada non-perokok. Beberapa indikator yang telah diuji seperti jumlah volume sperma yang dihasilkan, konsentrasi sperma, total perhitungan sperma dan motilitas sperma yang cenderung buruk.

Meningkatnya kadar zat oksida dan kurangnya enzim antioksidan, mendukung lingkungan genotoksik untuk gonosom. Merokok juga dapat menyebabkan kerusakan pada membran sperma, memungkinkan interaksi zat ekstraseluler berlebihan dengan nukleus. Peningkatan kadar oksigen reaktif (ROS) pada tubuh menyebabkan kerusakan seluler yang dapat berimbas pada kualitas hasil produksi sel-sel gamet. Cross-link kromatin, delesi kromosom, kerusakan untai DNA, dan oksidasi basa pada DNA. Selain itu, ROS berpengaruh dalam mediasi apoptosis dengan menginduksi sitokrom c dan caspases 9 dan 3, yang dapat menghasilkan kerusakan untaian DNA tunggal dan ganda.

Kesalahan pada meiosis I pada perokok ditemukan lebih masif daripada pada meiosis II. Penjelasan yang mungkin untuk kerentanan ini dalam meiosis I pada pasangan kromosom seks adalah jumlah chiasma yang kecil dan tidak adanya kompleks sinaptonemal (protein yang terbentuk pada pasangan kromosom homolog) yang lengkap, dua indikator penting terkait dengan segregasi meiosis yang normal.  Abnormalitas kromosom berhubungan langsung dengan infertilitas. Kesalahan dalam meiosis sel paternal (ayah) bertanggung jawab untuk sekitar 5-10% dari aneuploidi autosom. Usia ibu yang telah lanjut juga masih tetap sebagai salah satu dari beberapa faktor risiko. Kontributor potensial lainnya untuk aneuploidi termasuk alkoholisme dan paparan zat racun.


Hal menarik lainnya terkait hubungan antara merokok terhadap kualitas gen adalah pengaruh kebiasaan tersebut terhadap disomi/diploiditas dari sel sperma. Ada tiga kromosom utama yang mengalami abnormalitas yaitu kromosom 3, X dan Y. Merokok dapat mempengaruhi segregasi meiotik dari kromosom 3, pada kasus lain ditemukan banyaknya abnormalitas berupa disomi XX, XY dan YY pada sperma.


Kromosom 3 menunjukkan setidaknya tiga daerah crossing-over dan kompleks sinaptonemal yang lebih besar, relatif terhadap ukuran untuk kromosom lainnya. Karakteristik tersebut akan kompatibel dengan segregasi meiosis yang lebih tidak rentan terhadap kesalahan. kromosom 3 mungkin rentan terhadap anomali segregasi yang berhubungan dengan merokok. Kesalahan dapat terjadi pada meiosis I dan II, proses meiosis pria umumnya dapat dipengaruhi oleh kerusakan genotoksik dari penggunaan tembakau.

Jika kanker, penyakit jantung, dan emfisema tidak cukup buruk, perokok pria mungkin memiliki hal lain yang perlu dikhawatirkan: kehilangan kromosom Y mereka. Para peneliti telah menemukan bahwa perokok memiliki kemungkinan empat kali lebih besar untuk memiliki sel darah tanpa kromosom Y daripada bukan perokok. Studi baru-baru ini menemukan hubungan antara kehilangan kromosom Y dan rentang hidup yang lebih pendek, serta risiko lebih tinggi dari beberapa kanker. Sebelumnya, satu-satunya faktor yang berkorelasi dengan kehilangan kromosom Y yang tinggi adalah usia dan merokok. Namun update mengatakan bahwa perokok 2,4 hingga 4,3 kali lebih mungkin kehilangan kromosom Y dalam sel darah mereka daripada bukan perokok.

Secara fisiologis, kebiasaan merokok juga mampu meningkatkan translokasi kromosomal. Pada uji radiasi yang dilakukan pada sel limfosit ditemukan bahwa limfosit perokok membuat lebih banyak kesalahan perbaikan DNA dibandingkan dengan sel non-perokok. Hal yang membuat banyaknya kesalahan perbaikan DNA berkorelasi dengan melambatnya laju perbaikan DNA yang ditemukan setelah dilakukan ulangan percobaan yang sama.

Pada kasus lebih umum, ditemukan banyaknya fakta bahwa merokok memengaruhi fragmentasi DNA, dimana integritas DNA dalam sperma sangat penting untuk transmisi akurat informasi genetik pada pergiliran keturunan atau hereditas. Bila ditarik “benang merahnya” abnormalitas sperma oleh seorang pria dapat memengaruhi perkembangbiakannya, dimana probabilitas menghasilkan keturunan yang abnormal (cacat) amat tinggi. Probabilitas terhadap penyakit terkait abnormalitas gen seperti sindrom juga turut meningkat sebab telah ditemukan dalam banyak kasus berupa aneuploidi, disomi maupun diploidi terjadi pada sel sperma yang dihasilkan oleh perokok.

Sebagai saran penulis bahwa mengurangi bahkan meniadakan kebiasaan merokok amatlah baik bagi kesehatan dan lingkungan. Sebagai terapi perbaikan fisiologi tubuh dapat dilakukan dengan mengonsumsi buah dan sayuran serta multivitamin C dan E. Konsumsi makanan atau minuman tinggi antioksidan juga amat disarankan baik kepada perokok aktif maupun pasif dan orang tanpa paparan rokok sekalipun sebab oksigen reaktif (ROS) tidak hanya ditemui pada rokok, melainkan pada berbagai aspek kehidupan.


Sumber Rujukan:
10.1016/j.fertnstert.2008.02.123
10.1007/s40429-013-0006-3
10.1016/0027-5107(95)00251-0
10.1016/j.tox.2006.03.001
10.1186/s13039-014-0058-7
10.1016/0165-1218(91)90001-3
10.3109/08958378.2011.617398

LihatTutupKomentar