Produksi Biogas Berbasis Eceng Gondok (Eicchornia crassipes) untuk Produksi Listrik di Kenya



Abstrak. Eceng gondok E. crassipes,merupakan tanaman air invasif, tumbuh subur pada perairan yang menyebabkan masalah lingkungan. Gulma ini telah menginvasi Danau Victoria di Kenya dan menyebabkan permasalahan sosioekonomi dan lingkungan. Saat ini, gulma tersebut diambil dari air dan dibiarkan untuk mengering dan terurai menyebabkan hilangnya estetika, serta polusi darat dan perairan. Disana juga membutuhkan pengembangan nilai tambahan dan strategi eksploitasi ekonomi. Tujuan studi ini yakni untuk mengukur potensi pemanfaatan gulma (eceng gondok) sebagai sumber energi terbarukan untuk biogas. Sampel didapatkan dari Danau Victoria, dilumatkan dan dihaluskan dengan campuran kotoran sapi dengan rasio 3:1 sebagai inoculum. Hasil campuran kemudian dicampurkan dengan air 1:1 dan dimasukkan pada digester tabung ukuran 6 m3. Digester diisi dengan campuran seberat 20 Kg setiap tiga hari. Suhu, variasi pH, komposisi gas, peningkatan serta hasil gas diobservasi. Suhu bervariasi antara 22,8oC – 36,6oC dan pH 7,4 – 8,5. Biogas mengandung 49% - 53% metana (CH4), 30% - 33% karbon dioksida (CO2), 5% - 6% nitrogen (N2) dan sisa hydrogen sulfide (H2S). Kandungan biogas kemudian ditingkatkan menggunakan adsorben padat dan scrubber tipe basah sehingga meningkatkan nilai metana hingga 70% - 76%. Gas yang telah ditingkatkan tersebut kemudian digunakan sebagai energi panas bagi mesin yang diintegrasikan dengan generator elektrik dan pemakaian panas secara langsung. Kesimpulan studi ini yakni E. crassipes merupakan sumber potensil untuk feedstock produksi biogas terutama pada daerah invasinya.

Resume: 

Produksi Biogas Berbasis Eceng Gondok (Eicchornia crassipes) untuk Produksi Listrik di Kenya

Penelitian ini mencoba untuk memanfaatkan eceng gondok yang invasif sebagai feedstock pada digester biogas. Variabel yang diukur berupa variasi suhu, pH, dan kandungan biogas.  

Suhu bervariasi antara 22,8 – 36,6oC yang merupakan proses eksotermik dan variasi ini dapat berpengaruh pada aksi mikroba dalam penguraian. Variasi pH memengaruhi proses hidrolisis, asidifikasi, dan metanisasi pada bakteri. Proses tersebut menghasilkan hidroksil dan ion hydrogen yang memvariasikan pH pada digester sekitar 7,4 – 8,5. Produksi maksimal biogas pada hari ke-32 dimana bakteri mulai mengalami kompetisi satu dengan yang lainnya, kekurangan sumber makanan. Berkurangnya populasi mikroba menyebabkan turunnya produksi gas secara drastis. Hal tersebut dapat dicegah dengan pemberian campuran ulang pada digester. 

Peningkatan hasil gas dari biogas dilakukan dengan beberapa cara. Uap air dihilangkan dengan menggunakan natrium sulfat (Na2SO4), H2S dihilangkan menggunakan besi oksida dan CO2 menggunakan 15% natrium hidroksida (NaOH).  

Data yang disajikan menunjukkan bahwa konsentrasi gas yang dihasilkan masih rendah hingga hari ke-18 dan kemudian naik secara signifikan hingga hari ke-32 dan tetap konstan hingga hari ke-36. Rendahnya gas pada 18 hari pertama dimungkinkan sebab rendahnya populasi mikroba. 
 
Tahun: 2015
DOI: 10.4236/epe.2015.75021 
LihatTutupKomentar